News & Events
Makanan khas Jepang Natto yang Unik
- June 27, 2022
- Posted by: Appkey 001
- Category: Makanan Jepang
Bagi teman-teman yang menyukai hal tentang Jepang, pasti begitu akrab dengan salah satu makanan khas Jepang natto. Jenis makanan khas Jepang satu ini tergolong tidak terlalu disukai oleh kebanyakan orang, bahkan untuk orang Jepang. Namun bukan berarti makanan ini tidak memiliki peminatnya, lalu apa saja hal menarik yang bisa dipelajari dan ditemukan dari natto?
Sejarah Natto
Nattou (納豆) dikenal dengan nama natto dalam bahasa Inggris secara internasional, makanan tradisional Jepang ini terbuat dari fermentasi kacang kedelai utuh. Makanan ini biasanya disajikan sebagai sarapan bersamaan dengan nasi, untuk pendamping biasanya menggunakan ‘saus’ yang dikenal dengan nama karashi, kecap, atau terkadang menggunakan bawang bombai Jepang.
Karashi merupakan bahan atau bumbu penyedap yang biasanya disertakan di dalam natto, karashi terbuat dari biji-bijian dan biasanya berwarna kuningan atau hijau. Untuk di Jepang, natto cukup populer di wilayah Timur seperti misalnya wilayah Kanto, Tohoku, dan Hokkaido. Untuk daerah lainnya, masakan khas Jepang natto tidak terlalu sering dikonsumsi.
Natto sering dianggap memiliki rasa yang kuat disertai dengan bau menyengat, tidak hanya itu saja makanan khas Jepang natto ini pun begitu lengket dan berlendir. Atas alasan inilah, natto tidak diminati oleh kebanyakan orang. Pada tahun 2009 terdapat sebuah survei yang menyebutkan bahwa sebanyak 70 persen orang menyukai natto, dan sisanya masih mengonsumsi karena kebiasaan.
Sumber berbeda menyebutkan bahwa natto sudah ada sejak zaman dahulu kala di Jepang, sebuah teori menyebutkan natto dikembangkan di beberapa lokasi di masa lalu. Hal ini karena bahan penyusun untuk membuat makanan ini tidak terlalu sulit dicari dan umum digunakan sebagai rempah, maka dari itu natto terbilang merupakan makanan khas Jepang yang melegenda.
Asal Usul Natto
Cerita yang populer mengenai asal usul natto berkaitan erat dengan samurai Minamoto no Yoshiie, diceritakan bahwa Minamoto melakukan sebuah kampanye di Timur Laut Jepang antara tahun 1086 M dan 1088 M. Suatu hari, pasukannya diserang saat sedang merebus kacang kedelai untuk kuda-kuda mereka yang merupakan transportasi pada zaman tersebut.
Dengan terburu-buru mereka mengemas kacang tersebut dan tidak membuka kantong jerami sampai beberapa hari, pada saat kacang telah difermentasi para prajurit tetap memakannya. Dan ternyata menyukai rasa dari makanan tersebut, maka dari itu mereka menawarkannya kepada Minamoto dan dia pun menyukai rasanya.
Kisah lain menceritakan pangeran Shotoku (574-622) yang telah membungkus kacang kedelai mendidih dalam kantong jerami untuk kudanya, karena orang-orang yang menyantap kacang ini menganggap rasanya lezat. Jenis kacang kedelai fermentasi ini menjadi populer di Jepang karena rasanya unik dan baunya yang kuat.
Natto menurut sejarah Cina
Sebelum natto, terdapat sebuah hidangan serupa yang terbuat dari kacang kedelai di negeri tirai bambu, Cina. Makanan ini dikenal dengan nama douchi atau chi, sebuah bumbu kacang hitam yang diolah dan diasinkan kemudian difermentasikan. Makanan ini menyebar ke seluruh Asia Timur sebagai jenis dagangan yang cukup populer.
Jenis makanan ini terbuat dari kedelai fermentasi dengan jumlah garam yang cukup, namun bahan dan metode pembuatannya berbeda dengan makanan khas Jepang natto. Orang Cina menggunakan kedelai hitam dan kuning untuk menghasilkan douchi, sedangkan natto hanya menggunakan kedelai kuning saja. Jumlah garam yang digunakan pun berbeda antara natto dan douchi.
Cara budidaya kedelai dan beras didatangkan dari Cina ke Jepang pada masa Yayoi, kemudian peredaran garam mulai berkembang di Jepang. Hal ini memberikan peluang bagi produksi douchi menjadi populer di Jepang, harga garam pun menjadi mahal pada saat tersebut. Terdapat teori juga bahwa natto ditemukan secara tidak sengaja saat proses pembuatan douchi.
Terdapat sebuah potongan kayu yang digali di Heijou-ky disertai dengan tulisan Cina di atasnya, penggalian ini dianggap sebagai bukti untuk mendukung hipotesis bahwa penemuan natto berlandaskan pada douchi Cina ke Jepang. Karakter Cina masuk ke Jepang pada abad ke 8 tersebut diucapkan “kuki’ sampai abad ke 11, ketika natto menjadi nama baru untuk fermentasi kedelai.
Perkembangan Natto
Perkembangan natto di zaman Edo mengalami perubahan pada periode Taisho (1912-1926), ketika para peneliti menemukan cara untuk menghasilkan budaya natto yang mengandung Bacillus Subtillis tanpa memerlukan jerami. Hal ini membuat produksi dari natto menjadi lebih sederhana dan hasil yang diberikan lebih konsisten.
Makanan khas Jepang natto memiliki aroma yang agak mirip dengan keju tua, bau menyengat ini disertai dengan tekstur lengket dengan menghasilkan banyak ‘benang’. Hidangan ini dimakan secara dingin dengan nasi, dicampur dengan kecap yang disertakan atau ‘saus’ karashi. Bahan lain seperti kimchi pun sering ditambahkan sebagai pelengkap.
Natto sering kali dimakan sebagai natto gohan atau natto di atas nasi, terkadang disertakan juga dalam makanan lain. Seperti misalnya nattomaki (natto disertai dengan suhsi), roti panggang dengan natto, sup miso dicampur dengan natto, tamagoyaki, salad, okonomiyaki, terkadang dicampurkan secara hancur dengan spagetti di Jepang.
Bagi mereka yang tidak menyukai bau dan tekstur natto, natto goreng dan natto kering dikembangkan pada tahun 1990. Bau dan teksturnya yang lengket berkurang, sehingga memudahkan makan bagi mereka yang tidak menyukai tekstur natto. Jenis kedelai fermentasi lain yang disebut mamenoka, jenis ini membuat natto tidak terlalu lengket saat dikonsumsi.
Natto terbuat dari kedelai yang memiliki biji yang lebih kecil, hal ini karena fermentasi akan mudah mencapai bagian tengah biji. Kacang dicuci dan direndam dalam air selama 12 jam hingga 20 jam untuk memperbesar ukurannya, selanjutnya kedelai dikukus selama enam jam. Proses ini bisa menggunakan panci kukus untuk mempersingkat waktu, dan membersihkan dari kotoran.
Campuran difermentasi pada suhu 40 derajat selama 24 jam, setelah itu natto didinginkan pada lemari es hingga satu minggu. Hal ini bertujuan untuk memungkinkan pembentukan serta pada makanan khas Jepang natto, di sebuah fasilitas pembuatan natto para pekerja tidak dianjurkan untuk menyentuh kedelai saat proses pembuatan.
Hal ini memiliki tujuan untuk menekan pertumbuhan bakteri yang tidak diinginkan, pekerja memberikan perhatian ekstra untuk memasukkan flora kulit pada kacang kedelai. Maka dari itu, langkah-langkah dalam pembuatan natto di Jepang termasuk hal yang bisa ditiru. Dalam hal memperhatikan perawatan dan pertumbuhan bakteri.
Nutrisi dalam Natto
Lalu apa saja hal yang bisa didapatkan dalam natto? Dan apakah nutrisi dalam natto memberikan dampak baik pada tubuh? Natto memiliki kandungan 55 persen air, 13 persen karbohidrat, 19 protein, dan 11 persen lemak. Jumlah referensi dari natto sekitar 100 gram, dan memasok 211 kalori serta dilengkapi dengan mineral makanan.
Selain itu, natto memiliki kandungan zat besi dan vitamin K. Makanan khas Jepang natto pun mengandung vitamin C dan vitamin B dalam jumlah sedang, maka bisa disimpulkan natto memiliki kandungan yang positif bagi tubuh. Apakah teman-teman tertarik untuk mencoba natto? Atau justru sudah mencobanya? Apakah teman-teman tim yang suka rasanya? Atau justru sebaliknya? Terus kunjungi situs https://jepang-indonesia.co.id/ untuk dapatkan informasi menarik lainnya seputar budaya Jepang.