News & Events
Shichi go san, Festival Anak-anak yang Unik dari Jepang
- September 27, 2022
- Posted by: Appkey 001
- Category: Budaya Jepang
Shichi Go San (七五三, lit. ’seven-five-three’) adalah sebuah festival yang diselenggarakan di Jepang guna merayakan tahapan fase usia anak-anak, biasanya perayaan ini khusus bagi anak perempuan yang berusia tiga tahun, lima tahun, hingga tujuh tahun. Untuk anak laki-laki biasanya digelar pada tanggal 15 November untuk merayakan pertumbuhan dan kesejahteraan anak-anak.
Shichi go san
Tidak jarang festival ini digelar secara bersamaan pada 15 November, kendatipun disebutkan bahwa perayaan ini biasanya hanya diperuntukkan bagi anak perempuan. Namun terkadang di berbagai wilayah atau kota, festival ini tidak memandang gender. Semua anak laki-laki dan perempuan yang menginjak usia tiga tahun, lima tahun, dan tujuh tahun bisa mengikuti festival ini.
Lalu kenapa perayaan ini digelar saat memasuki usia 7-5-3? Dipercaya bahwa pada usia ganjil tersebutlah, anak-anak sedang dalam tahap pertumbuhan terbaiknya. Angka ganjil merupakan sebuah lambang keberuntungan di Jepang, selain angka 4 shi yang dianggap sebagai angka sial karena memiliki arti ‘kematian’.
Alasan mengapa festival shichi go san ini dirayakan pada 15 November adalah masih berkaitan dengan keberuntungan, dipercaya bahwa angka 15 merupakan hasil dari jumlah angka 7-5-3. Mengingat angka 15 merupakan ganjil, maka 15 November dianggap sebagai hari yang paling beruntung terlebih untuk mendoakan kebaikan bagi anak-anak.
Secara umum, dalam perayaan ini khususnya pada era modern. Anak-anak mengenakan pakaian terbaik mereka, anak perempuan biasanya tampil cantik dan lucu menggunakan kimono dan anak laki-laki menggunakan hakama (sejenis kimono untuk laki-laki). Setelah berpakaian rapi dan dilengkapi dengan riasan sesuai usia.
Anak-anak akan pergi ke kuil Shinto setempat ditemani bersama orang tua mereka, tujuannya untuk memberi penghormatan kepada sang dewa pelindung dari para nasib sial dan keburukan. Orang tua yang datang mendampingi akan berdoa dan mengucap syukur atas kesehatan sang buah hati, berharap agar sang anak mendapatkan kebahagiaan selalu serta kesehatan.
Setelah selesai berdoa, biasanya anak-anak akan diberikan sebuah ‘bingkisan’ atau ‘hadiah’ dalam bentuk permen (chitose ame). Dalam bahasa Indonesia, chitose memiliki terjemahan seribu tahun dan ame memiliki arti permen. Kembali lagi, pemberian permen ini memiliki tujuan agar sang anak memiliki kesehatan dan bisa hidup panjang umur.
Bentuk permen ini biasanya berwarna merah putih yang panjang dan tipis, biasanya terdapat plastik dengan gambar bervariasi seperti bangau atau kura-kura. Kedua hewan ini memiliki lambang panjang umur di Jepang, warna merah dan putih pun dianggap sebagai warna keberuntungan bagi orang-orang Jepang.
Sejarah Shichi Go San
Bila dibahas berdasarkan sejarahnya, festival ini berkembang selama periode Heian. Saat itu para bangsawan istana biasa merayakan transisi anak-anak mereka dari saat usia belia hingga bisa melafalkan kata-kata. Tujuh tahun dianggap sebagai usia yang tepat bagi anak-anak untuk bisa mandiri dalam usia muda, maksudnya adalah lancar dalam berjalan hingga berbicara.
Pada periode Kamakura, barulah tercetus bahwa perayaan ini dilakukan pada setiap bulan dan tanggal lima belas. Kelangsungan hidup anak-anak menjadi landasan utama dari tujuan perayaan ini, mengingat pada abad-abad sebelumnya angka kematian anak terbilang cukup tinggi pada masanya. Seiring berjalannya waktu, tradisi ini diteruskan kepada kelas samurai disertai beberapa ritual.
Pertama dalam tahapan upacara ini adalah melakukan kamioki, hal ini berarti ‘meninggalkan rambut’. Secara tradisional dari tujuh hari setelah lahir sampai usia tiga tahun, kepala anak akan terus dicukur secara berkala. Tujuan dilakukan ini selain untuk membersihkan kotoran, mencukur rambut anak akan membuat sirkulasi darah di kepala menjadi lebih sehat.
Upacara kedua yang dilakukan diperuntukkan bagi anak laki-laki berusia lima tahun, hal ini disebut dengan hakamagi-no-gi. Praktik ini mirip dengan sungsang di budaya barat, tujuan dari upacara ini adalah menandai pertama kalinya seorang anak laki-laki mengenakan pakaian formal (hakama dan haori) yang berarti siap dengan peran dan tanggung jawab.
Upacara ketiga yang dilakukan adalah obitoki-no-gi, untuk yang satu ini biasanya dilakukan kepada anak perempuan berusia tujuh tahun. Tujuan dari perayaan ini adalah menandai pertama kalinya seorang gadis muda mengenakan obi (ikat pinggang lebar dan kaku untuk kimono), daripada hanya mengenakan kimono yang diikat dengan tali dan selempang ringan seperti syal.
Makna yang tersimpan di dalamnya adalah melambangkan transisi menjadi wanita, praktik ini dimulai pada periode Kamakura. Awalnya hal ini dilakukan untuk anak perempuan dan anak laki-laki saat menginjak usia sembilan tahun, tetapi pada periode Edo beralih dan hanya diperuntukkan bagi anak perempuan yang berusia tujuh tahun saja.
Transisi Shichi Go San
Para periode Meiji, upacara shichi go san diadopsi untuk kalangan selain bangsawan juga. Termasuk sebagai ritual modern untuk mengunjungi kuil, tujuannya adalah mengusir roh jahat dan berharap sehat panjang umur. Upacara ini tidak banyak berubah sejak periode Meiji, sementara ritual mengenai memotong rambut telah ditinggalkan.
Anak laki-laki berusia lima tahun dan anak perempuan berusia tiga tahun hingga tujuh tahun akan mengenakan kimono saat mengunjungi kuil seperti yang telah dijelaskan. Namun tidak jarang terdapat anak-anak yang mengenakan pakaian formal ala barat seperti jas, kemeja, dan dilengkapi dengan dasi rapi kemudian ditutup dengan dokumentasi berupa foto.
Upacara menghitung usia ini pun dikenal dengan istilah kazoedoshi, di mana anak-anak berusia satu tahun saat lahir dan bertambah satu tahun setiap tahun baru. Dalam hal ini, anak perempuan melaksanakan upacara ini di tahun mereka mencapai usia dua atau enam tahun. Sedangkan anak laki-laki, di tahun saat mencapai usia menurut empat tahun menurut perhitungan modern.
Perayaan Bulan November di Jepang
Selain festival shichi go san, pada bulan November di Jepang terdapat beberapa perayaan yang diselenggarakan. Penasaran? Berikut merupakan festival yang bisa teman-teman datangi saat berkunjung ke Jepang pada penghujung tahun.
- Japan Fiserman’s Festival
Festival ini diselenggarakan sesuai dengan namanya, yaitu merayakan pesta perikanan Jepang. Acara yang berkaitan erat dengan hasil laut ini tentu tidak akan lepas dari makanan laut, mulai dari bagian atas Jepang (Hokkaido) hingga bagian bawah Jepang (Okinawa). Di sini teman-teman bisa mencicipi berbagai kuliner seafood dari seluruh Jepang seperti kerang, salmon, kepiting, cumi-cumi.
- Festival Kembang Api Ebisu
Bila teman-teman tidak terlalu mengenal kebudayaan Jepang, terdapat sebuah kebudayaan yang rutin dilakukan setiap bulan November. Salah satu yang terkenal adalah Festival Kembang Api di Nagano Ebisu, festival kembang api ini mulai diselenggarakan dari tahun 1899.
Pemilihan kembang api pun tidak sembarangan, kualitas terbaik dan dihadiri oleh banyak penonton termasuk dari luar negeri. Music Star Mine merupakan suguhan kolaborasi antara kembang api, musik, dan perpaduan lampu yang indah.
- Festival Musim Gugur Toyokawa Inari di Aichi
Di Jepang, terdapat sebuah perayaan yang memiliki tujuan untuk memberikan rasa terima kasih saat musim panen tiba. Festival Musim Gugur Toyokawa Inari biasa disebut dengan Ojochin Matsuri (festival lentera besar). Hal ini bukan tanpa alasan, karena terdapat lentera besar dengan tinggi 10 meter dengan diameter 5 meter untuk menerangi dari kegelapan.
Selain tiga perayaan tersebut, masih banyak lagi perayaan yang bisa teman-teman temui pada bulan November. Namun salah satu yang menarik dari Jepang adalah banyaknya festival budaya pada setiap bulannya, khusus bagi shichi go san ini digelar pada bulan November. Apakah teman-teman tertarik untuk mengikuti pembahasan budaya Jepang lainnya? Ikuti selalu www.jepang-indonesia.co.id.