News & Events
Baumkuchen, Kue Jerman yang Terkenal di Jepang
- December 14, 2022
- Posted by: Appkey 001
- Category: Makanan Jepang
Baumkuchen merupakan kue kayu Jerman yang menurut banyak orang harus dicicipi saat berkunjung ke Jepang, menemukan jenis kue ini tidak akan sulit karena sedang banyak diminati di negeri bunga Sakura ini. Kendatipun begitu, teman-teman tidak bisa sembarang menemukannya di toko-toko kue biasa saja.
Baumkuchen
Kuliner khas Jepang memang tidak bisa dipandang sebelah mata, selain memiliki rasa yang nikmat dan lezat. Ciri khas dan bentuknya yang unik memberikan daya tarik bagi para konsumen. Kehadiran jenis roti ini di Jepang sudah ada lebih dari satu abad, hal ini bisa menjadi fakta menarik yang belum diketahui oleh banyak orang. Karena dibandingkan roti ini, mochi masih yang paling dikenali.
Di Jerman, kue ini dikenal dengan istilah kue ludah. Maksud istilah ludah di sini adalah bentuk yang menyerupai tusuk sate silinder dengan memiliki banyak lapisan adonan di atasnya, saat proses memasak diputar di atas api terbuka atau oven khusus. Layaknya daging guling, namun untuk hal ini adalah kue yang memiliki rasa manis.
Jenis kue ini memiliki nama lain roti serie, kue dibuat dengan cara membungkus adonan dan menghilangkan panasnya. Dalam hal ini, adonan dibuat sangat tipis dan dicelupkan ke cairan mangkuk beberapa kali. Adonan roti ini terdiri dari mentega, telur, gula, vanilla, tepung, dan sedikit garam. Meskipun konsistensinya cair, adonan ini biasanya diendapkan di atas tusukan tanpa melepaskannya dari api untuk dicelupkan ke dalam mangkuk.
Lapisan yang menjadi penyusun kue ini terdiri dari 15 lapisan hingga 25 lapisan, saat kue dikeluarkan dari tusukan sate. Kue akan dipotong menjadi irisan tebal, dan teman-teman dapat melihat sebanyak apa lapisan yang ada dalam potongan ini. Visualnya sama seperti cincin pertumbuhan pohon, dari situlah kue tersebut mendapatkan namanya (Baumkuchen : kue/batang kayu).
Rasa yang ada di dalamnya begitu klasik dan agak manis karena adanya vanilla, tetapi adonan atau isiannya dapat ditambahkan dengan kacang tanah, madu, brendi, rum, atau coklat. Beberapa varietas ditutupi dengan glasir gula atau coklat yang banyak di luarnya. Resep yang lebih rumit membuat kue benar-benar dingin terlebih dahulu, lalu ditutupi dengan selai jeruk khas.
Saat ini, Baumkuchen merupakan salah satu kue Jepang yang paling sering dikonsumsi dan popularitasnya mudah bersaing dengan makanan pokok seperti melon pan, roti kari, dan korone yang begitu digemari oleh banyak orang di Jepang. Terlebih bagi kalangan anak muda, biasanya disantap pada makan siang karena praktis dan memiliki harga terjangkau.
Baumkuchen dan Jepang
Kisah awal hubungan awal Jepang dan kue ini terbilang cukup mengenaskan, meskipun pada akhirnya dikenal secara luas. Namun cerita dimulai pada awal perang dunia I dan berakhir pada perang dunia ke II, dengan adanya tenda-tenda pengasingan, pemindahan, utang, dan deportasi. Semuanya berperan pada satu waktu serta berkesinambungan.
Namun harus diakui bahwa di tanah yang penuh tragedy ini, sesuatu yang luar biasa telah tumbuh dan menjadi hal mempesona hingga hari ini. Kue ini pertama kali diperkenalkan ke Jepang pada tahun 1919, di kota Hiroshima oleh seorang pria bernama Karl Joseph Willhelm Jucheim. Saat itu dirinya merupakan seorang tawanan perang.
Dirinya lahir di kota Kaub, Jerman. Juchheim telah meninggalkan Negara asalnya dan pindah ke Tiongkok pada tahun 1908, pada usia 22 tahun. Saat itu, Teluk Jiaozhou di Provinsi Shandong berada di bawah kepemimpinan Jerman, dan saat masih berada di bawah kekuasaan Tiongkok. Catatan menunjukkan bahwa kehidupan Juchheim di Cina secara keseluruhan berhasil.
Karena sekitar satu tahun setelah kedatangannya, dirinya berhasil membuka toko kue sendiri dan mengoperasikannya dengan kesuksesan selama lima tahun selanjutnya. Hal ini tidak mengherankan, kesuksesan bisnisnya memperkuat tekad Juchheim untuk tinggal di Cina lebih lama, dia hanya kembali ke Jerman untuk waktu yang singkat pada tahun 1914 dan dengan tujuan mencari istri.
Dia bertemu Elise yang berusia 22 tahun melalui pamannya, kemudian bertunangan dengannya pada musim semi tahun 1914. Kemudian segera kembali ke Cina dan membawanya bersama, tidak dikatakan secara pasti berapa lama mereka tinggal di Jerman setelah pertunangan. Namun pernikahan mereka dilangsungkan pada 28 Juli 1914 di Teluk Jiaozhou.
Tidak lama setelahnya, mereka membuka toko kue lainnya di kota Tsingtao. Sayangnya, kebahagiaan perkawinan mereka berlangsung kurang dari satu bulan saja. Pada tanggal 27 Agustus, pasukan Inggris dan Jepang mulai mengepung Tsingtao. Pengepungan berlangsung hampir tiga bulan dan berakhir dengan jatuhnya Tsingtao, setelah hal tersebut terjadi warga Jerman diambil sebagai tahanan perang oleh tentara Jepang.
Di antara 4.700 tahanan Jerman terdapat Karl Juchheim dan istrinya yang sedang hamil, keluarga Juchheim pertama kali ditahan di kamp Okinawa dan pada tahun 1917 dipindahkan ke pulau Ninoshima dekat kota Hiroshima. Di sinilah orang Jepang pertama kali merasakan kenikmatan roti ini sekitar dua tahun kemudian.
Para tahanan Jerman diperlakukan sebaik mungkin oleh orang Jepang, hal ini menunjukkan tanda-tanda ketertarikan pada budaya mereka. Jadi tidak terlalu mengejutkan ketika administrasi Balai Promosi Industri Prefektur Hiroshima memutuskan untuk menyelenggarakan pameran produk tahanan perang Ninoshima pada tahun 1919.
Para tahanan akan menyelenggarakan pameran untuk menunjukkan beberapa produk khas Jerman, Karl memilih untuk memamerkan roti ini berkat desakan temannya. Namun setelah dipikirkan kembali, kue ini bukan pilihan terbaik menurutnya. Karena dalam proses pembuatannya tidak menggunakan alat-alat yang memadai.
Pada akhirnya, dia memutar tusuk sate dengan tangan sambil mengoleskan adonan yang jumlahnya terbatas karena kekurangan mentega. Tapi dedikasinya terbayar, sekitar 16.000 orang Jepang dikatakan hadir ke pameran tersebut. Dengan kue berbentuk batang pohon. Juchheim menjadi salah satu penampil yang berkesan, ini merupakan rasa Baumkuchen pertama di Jepang.
Popularitas Baumkuchen
Setahun kemudian, pada tahun 1920 Jepang akhirnya mulai memulangkan tahanan Jerman ke Negara asalnya. Sebagian besar dari 4.700 tahanan mengambil kesempatan untuk pulang, tetapi sekitar 170 orang memutuskan untuk tetap tinggal dan mencoba membangung kehidupan bersama keluarganya di Jepang.
Karl Juchheim yang baru bertemu kembali dengan sang istri dan puteranya, ada di antara mereka. Awalnya takdir sepertinya berpihak pada keluarga Juchheim, karena segera setelah itu dirinya dipekerjakan untuk menjalankan toko roti di kafe Ginza yang populer. Selama tahun berikutnya, dia berhasil menyisihkan cukup uang untuk memindahkan keluarganya ke Yokohama dan mendirikan tokonya sendiri.
Karl mengelola toko roti dengan asisten dan muridnya, Elise menjaga etalase toko, dan semuanya tampaknya telah beres untuk sementara waktu. Ironisnya, kesuksesan yang didapatkan hanya bertahan beberapa tahun saja. Gempa bumi melanda Yokohama pada tanggal 1 September 1923, setelah itu dikenal dengan gempa bumi besar Kanto.
Segera diikuti dengan kebakaran besar yang merenggut lebih dari seratus ribu nyawa dan menghancurkan banyak kota, keluarga Juchheim selamat. Tetapi toko mereka hancur total, menurut kisah tersebut semua yang dimiliki Karl Juccheim atas namanya ketika tiba di Kobe setelah gempa bumi hanyalah uang kertas 5 Yen di sakunya.
Tidak mengherankan, dia tidak merasa terinspirasi untuk mendirikan toko baru. Tetapi mantan muridnya yang mengelola toko roti Yokohama bersikeras untuk mencoba lagi, toko Kobe adalah yang paling berisiko di antara usaha Karl. Saat mendirikan toko roti sebelumnya, dia selalu memiliki sarana untuk mendanai sebagian besar pengeluarannya dari kantongnya sendiri.
Di Kobe, dia harus meminjam uang dalam jumlah besar untuk mewujudkannya. Tapi tampaknya takdir begitu berpihak padanya, Westernisasi perlahan-lahan merayap ke tren Jepang dengan produk-produk Eropa. Termasuk makanan dan manisan yang menjadi semakin populer, dan toko roti Juchheim’s Kobe yang memiliki spesialisasi dalam kue kering Eropa mulai berkembang.
Memiliki rasa yang cukup manis yang tidak membebani langit-langit mulut serta memiliki tekstur ringan namun keras dan sedikit kenyal. Rasa aslinya cukup netral sehingga mudah dipadukan dengan perasa tambahan seperti susu, matcha, atau coklat. Jika deskripsi tersebut terdengar asing, teman-teman bisa memikirkan kue mochi sebagai referensi.
Estetika kue juga memainkan peran penting, lapisan Baumkuchen yang mengingatkan pada cincin pertumbuhan pohon mewakili umur panjang, kebahagiaan, dan keberuntungan dalam mentalitas orang Jepang. Begitulah pembahasan mengenai jenis kue yang begitu terkenal di Jepang, tertarik untuk mencobanya? Atau justru tertarik untuk membaca pembahasan lainnya. Silakan kunjungi www.jepang-indonesia.co.id.