News & Events
Kyudo, Seni Memanah Tradisional Jepang
- March 15, 2023
- Posted by: Appkey 001
- Category: Budaya Jepang Sejarah jepang
Kyudo adalah seni panahan yang memiliki nuansa bela diri asal Jepang, berasal dari kelas samurai feodal Jepang pada tahun 1919. Nama kyuujutsu secara resmi diubah menjadi kyuudou dan mengikuti contoh seni bela diri lain yang memiliki tujuan sebagai pendidikan, seni ini mengalami banyak perubahan dan perkembangan hingga saat ini.
Kyudo di Jepang
Bagi mereka yang memiliki tingkatan tinggi dalam seni ini disebut dengan kyuudouka, atau untuk beberapa praktisi menyebut diri mereka dengan yumihiki atau ‘penarik busur’. Seni ini dipraktikkan oleh ribuan orang di seluruh dunia, pada tahun 2005 Federasi Kyudo Internasional memiliki kurang lebih 132.760 anggota yang resmi tercatat.
Busur panah yang mereka gunakan disebut dengan istilah yumi, dan yang paling umum memiliki bentuk asimetris lebih dari 2 meter atau 6 kaki 7 inci. Ditandai dengan pemanah memegang busur pada bagian bawah, di mana ini merupakan pusat untuk menembakkan panah. Selanjutnya mata harus terfokus pada sasaran yang akan dituju.
Awal mula seni memanah di Jepang mulai pada periode Yayoi atau 500 SM, perubahan masyarakat dan kelas samurai mengambil alih kekuasaan pada akhir periode Heian (794-2285) menciptakan persyaratan untuk pendidikan memanah. Hal ini menjadi titik awal lahirnya kyuujutsu ryuuha pada abad ke 12, Takeda-ryuu dan sekolah memanah berkuda Ogasawara-ryuu kemudian didirikan oleh keturunannya.
Kebutuhan akan pemanah tumbuh secara pesat selama perang Genpei (1180-1185), akibatnya pendiri Ogasawara-ryuu (Ogasawara Nagakiyo) mulai mengajar yabusame. Yaitu panahan berkuda, selama periode Kamakura (1185-1333). Ketika Minamoto no Yoritomo mendirikan Keshogunan Kamakura, panahan menjadi semakin populer khususnya untuk tiga jenis. Yabusame, Inuoumono, dan Kasagake.
Dari abad ke 15 hingga abad ke 16, Jepang dilanda perang saudara. Pada akhir abad ke 15, Heki Danju Masatsugu merevolusi panahan dengan pendekatannya yang baru dan akurat disebut hi, kan, chuu (terbang, tembus, tengah). Hal ini membuat panahan menyebar dengan cepat, banyak sekolah baru dibentuk dan beberapa di antaranya masih ada sampai sekarang.
Yumi atau busur Jepang sebagai senjata perang mulai menurun secara bertahap setelah Portugis tiba di Jepang pada tahun 1543, dengan membawa senjata api dalam bentuk korek api. Orang Jepang segera memulai untuk membuat versi mereka sendiri dari korek api yang disebut tanegashima, akhirnya senjata tersebut dan yari (tombak) menjadi senjata alternatif kala perang.
Namun, karena tanegashima membutuhkan waktu lama untuk memuat saat peluru habis. Hal ini tidak membuat efektif kala cuaca hujan, bubuk mesiu menjadi basah dan tidak bisa menembak. Sedangkan untuk yumi tidak ketinggalan zaman dan terus digunakan sebagai peralatan militer yang penting, salah satu senjata rahasia Jepang saat perang sedang berlangsung.
Kala itu, bagaimana pun juga tanegashima tidak membutuhkan waktu berlatih layaknya yumi. Hal ini memungkinkan pasukan Oda Nobunaga yang sebagian besar terdiri dari petani serta dipersenjatai dengan tanegashima, bisa untuk memusnahkan pasukan pemanah samurai tradisional dalam pertempuran pada tahun 1575.
Selama periode Edo (1603-1868) Jepang berubah menjadi masyarakat kasta hierarkis di mana samurai berada di puncak, terdapat era damai yang panjang di mana samurai mendapatkan bagian dalam peranan administratif negara. Meskipun keahlian bertarung tradisional masih dihargai, selama periode ini memanah menjadi keahlian ‘sukarela’.
Sebagian dipraktikkan di pengadilan dalam bentuk seremonial, sebagian lagi hadir dalam jenis kompetisi. Dalam periode ini, kontes memanah yang disebut dengan Toushiya diadakan secara populer di kuil Buddha Sanjusangen-do. Banyak samurai berlomba menembakkan anak panah ke sasaran yang berjarak 133 meter, hampir selebar kuil Budhha.
Saat ini, kontes Toushiya diadakan sebagai acara tahunan pada Hari Kedewasaan, yaitu pada 15 Januari dengan partisipasi pemanah wanita. Tetapi jarak kepada target dipersingkat menjadi 60 meter, pada periode Edo awal. Morikawa Kousan mendirikan Yamato-ryuu yang didasarkan pada Ogasawara-ryuu dan metode menembak Heki-ryuu, tidak lupa juga dengan menggabungkan gagasan Shinto.
Tujuan Kyudo
Kyudo dipraktikan dalam banyak aliran berbeda, beberapa diantaranya diturunkan dari penembakan militer dan lainnya diturunkan dari praktik seremonial atau kontemplatif. Maka dari itu, penekananya berbeda-beda. Beberapa menekankan keindahan dan efisiensi lainnya, sekolah kontemplatif mengajarkan sebagai bentuk meditasi dalam tindakan.
Untuk sekolah tertentu, menembak dengan benar pasti akan menghasilkan target yang diinginkan. Untuk itu dikenal dengan istilah seisha hicchuu atau ‘menembak benar, memukul pasti’ merupakan hal yang digunakan. Menurut Federasi Nippon Kyuudou, tujuan tertinggi seni ini adalah keadaan shin-zen-bi, kira-kira memiliki terjemahan ‘kebenaran-kebaikan-keindahan’.
Secara tidak langsung bisa dimaknai dengan, ketika pemanah menembak dengan benar (konteksnya adalah kejujuran). Disertai dengan semangat dan sikap baik terhadap semua orang, segala sesuatu yang berhubungan dengan seni ini akan menghasilkan kebaikan pula. Bidikan yang indah terwujud secara alami berdasarkan cerminan kebaikan diri.
Latihan memanah dilakukan seperti dalam seni bela diri, mencakup gagasan tentang perkembangan moral dan spiritual. Saat ini banyak pemanah berlatih kyuudou sebagai olahraga, dengan keahlian menembak menjadi yang terpenting. Namun tujuan yang dicari sebagian besar penggemar kyuudou adalah seisha seichuu ‘penembakan yang benar adalah pukulan yang benar’. Dalam seni ini, tindakan ekspansi yang unik (nobiai) menghasilkan pelepasan alami.
Jika teknik menembaknya benar hasilnya adalah anak panah mengenai sasaran, menyerahkan diri sepenuhnya pada menembak adalah tujuan dari spiritual. Dicapai dengan kesempurnaan semangat dan teknik menembak yang mengarah ke munen musou ‘tanpa pikiran, tanpa ilusi, namun ini bukan zen. Meskipun busur Jepang dapat digunakan dalam latihan zen yang dipraktikkan seorang master.
Dalam hal ini, banyak praktisi kyuudou percaya bahwa kompetisi, ujian, dan setiap kesempatan yang menempatkan pemanah dalam situasi tanpa kompromi adalah penting. Sementara praktisi lain akan menghindari kompetisi atau ujian apapun itu, demi memfokuskan diri untuk mendalami ketenangan diri dari seni ini.
Hari Panah Jepang
Salah satu bagian untuk membuat orang lain terlibat dan tertarik pada seni seperti ini adalah meningkatkan kesadaran diri, beberapa orang tidak menyadari keberadaan kyudo. Inilah salah satu alasan Hideki Ikai, salah satu pemilik toko panah mencetuskan adanya hari panah Nasional. Dirinya ingin meningkatkan kesadaran akan panah secara meluas dan semacam perayaan daring untuk semua praktisi.
Didirikan pada tahun 2015, hari panah diselenggarakan pada tanggal 10 september. Dalam bahasa Jepang angka sembilan untuk bulan September diucapkan sebagai ‘ku’ atau ‘kyu’ serta angka sepuluh diucapkan sebagai ‘to’ atau dalam hal ini ‘do’. Ketika menggabungkan angka 9 dan 10 akan menjadi penyebutan kyuudou.
Pada hari tersebut, fokus besar adalah pada postingan seni panahan media sosial dengan menggunakan tagar tertentu. Tujuan utamanya adalah untuk membuat tagar menjadi tren, terutama di media sosial. Harapannya adalah jika semua praktisi dapat memosting atau berbicara tentang panahan setidaknya satu hari dalam setahun. Sedikit banyak akan menarik perhatian bagi banyak orang awam.
Hari perayaan ini pun diperingati oleh para praktisi koryu atau ryuha, sekolah memanah tradisional atau ryuha termasuk sekolah memanah Heki ryu (Ogasawara Ryu dan Honda Ryu). Untuk mereka non-praktisi dipersilahkan bergabung dalam perayaan daring pada tanggal 10 September dengan membagikan video atau foto memanah.
Hal ini masih populer hingga saat ini, apakah teman-teman pernah menemukan perayaan menarik semacam ini di Jepang? Ketika sebuah kebudayaan begitu dinilai penting untuk dilestarikan, maka dari itu lebih baik menjaga daripada merasa menyesal saat kehilangan. Ikuti selalu pembahasan budaya Jepang di www.jepang-indonesia.co.id.