News & Events
Teru teru bozu dan kisah tragis di belakangnya
- November 13, 2021
- Posted by: Appkey 001
- Category: Budaya Jepang
Sementara banyak yang percaya tradisi membuat boneka seperti hantu dapat ditelusuri kembali ke biarawan berkepala botak, sejarah menunjukkan itu sebenarnya dimulai dengan seorang gadis kecil. Di Jepang, anak-anak diajari sejak usia dini tentang kekuatan luar biasa dari teru teru bozu, yang diterjemahkan menjadi kepala botak (biksu). Mudah dibuat dari dua kotak tisu atau kain, boneka itu dikatakan mewakili kepala botak seorang biarawan, dan dibuat saat cuaca cerah, yang akan membuat kepalanya berkilau, diinginkan keesokan harinya.
Ritual memohon cuaca cerah dengan boneka Teru Teru Bozu
Meskipun tradisi ini dipraktikkan dengan baik dan sangat terkenal, banyak orang Jepang tetap tidak yakin tentang asal usul boneka itu dan melihatnya sebagai sesuatu yang telah diajarkan kepada mereka untuk dilakukan saat mereka menginginkan cuaca yang bagus saat hujan, misalnya untuk mencegah hujan menjelang acara seperti hari olahraga, upacara, dan perayaan khusus lainnya yang membutuhkan cuaca cerah.
Secara tradisional, jika keinginan untuk langit cerah dikabulkan, boneka itu dihadiahi dengan mata yang digambar melengkung ke atas seolah sedang tersenyum dan disiram sake suci dan kemudian dikirim ke sungai untuk dihanyut.
Jimat yang penggunaannya dengan cara digantung di bawah atap rumah ini, teru teru bozu bahkan memiliki lagu pengiring sendiri. Lagu ini biasanya dinyanyikan oleh anak-anak saat mereka sedang membuat boneka itu. Nyanyian itu adalah sebagai mantra untuk memohon langit cerah keesokan harinya.
Lirik lagu untuk teru teru bozu
Lirik lagu untuk boneka pawang hujan tersebut, yang dirilis pada tahun 1921, sebenarnya bisa memberi kita beberapa petunjuk tentang asal-usul sejarah munculnya budaya mempercayai boneka teru-teru bozu. Jika syair lagunya diterjemahkan, maka akan menjadi seperti ini:
Teru-teru-bozu, teru bozu. Jadikan besok hari yang cerah. Seperti langit dalam mimpi ku. Jika esok cerah aku akan memberimu lonceng emas.
Teru-teru-bozu, teru bozu. Buatlah besok menjadi hari yang cerah. Jika Kau membuat keinginanku menjadi nyata, kita akan minum banyak anggur beras manis.
Teru-teru-bozu, teru bozu. Jadikan besok hari yang cerah. Tapi jika awan menangis, maka aku akan memenggal kepalamu.
Asal usul kepercayaan terhadap teru teru bozu
Kisah biksu cuaca baik
Asal-usul jimat teru teru bozu tetap tidak jelas, beberapa pengamat sejarah mengatakan lirik yang sedikit menyeramkan di bagian akhir lagu populer ini mengacu pada “Biksu Cuaca Baik”. Biksu itu konon mampu menghentikan hujan dan membuat cuaca menjadi cerah dengan mantra-mantra yang diucapkannya.
Namun sayangnya, setelah menjanjikan cuaca yang baik kepada penguasa feodal pada zamannya, sinar matahari tidak muncul seperti yang dijanjikannya. Si Biksu dianggap berbohong dan kepalanya kemudian dipenggal sebagai hukuman oleh sang penguasa. Konon kepala biksu itu kemudian dibungkus dengan kain dan digantung di luar untuk mengeluarkan matahari dan menghentikan hujan yang turun terus menerus.
Teru teru bozu adalah Yokai Hiyoribo
Selain itu, sebuah teori yang tidak kalah mengerikannya menyebutkan bahwa jimat teru-teru bozu tersebut adalah lambang roh yokai dari pegunungan yang disebut Hiyoribo, yang memiliki kemampuan membawa cuaca cerah dan tidak dapat dilihat pada hari hujan.
Gadis pembawa sapu dari Tiongkok
Menurut Asosiasi Cuaca Jepang, yang menjalankan aplikasi cuaca tenki.jp yang populer di negara itu. Tradisi penggunaan jimat teru teru bozu menyebar ke Jepang dari Tiongkok selama Periode Heian (sekitar tahun 794 sampai dengan 1185). Namun dalam kisah ini, yang disebutkan bisa membawa hari cerah bukanlah seorang biksu, melainkan seorang gadis pembawa sapu.
Seperti ceritanya, dahulu kala pernah terjadi hujan deras dan turun terus menerus. Kemudian sebuah suara dari surga memperingatkan orang-orang bahwa kota mereka akan tenggelam jika seorang gadis muda yang cantik tidak muncul di luar. Untuk menyelamatkan orang dari banjir, gadis itu sebenarnya sedang dikorbankan. Ia dikirim ke luar di tengah hujan dengan sapu untuk sebagai simbolis. Padahal sebenarnya dikirim menuju ke surga di mana dia akan menyapu awan hujan dari langit.
Untuk mengingat jasa gadis pemberani yang membuat langit cerah tersebut, para wanita muda akan menciptakan kembali sosoknya dengan menggunakan potongan kertas. Ini adalah sebuah keterampilan yang pernah dimiliki gadis pembawa sapu. Figur-figur ini kemudian digantung di luar untuk membawa sinar matahari di saat hujan.
Di Tiongkok, Gadis kecil ini dikenal sebagai (So-Chin-Nyan) atau Souseijou dalam bahasa Jepang, yang secara harfiah berarti “gadis cuaca cerah yang menyapu”. Konsep boneka kertas ini kemudian secara bertahap mengalami perubahan wajah yang berbeda di Jepang. Kemudian entah bagaimana akhirnya menjadi teru teru bozu yang kita lihat sekarang.
Teori ini, yang mendapat dukungan dari sejarawan rakyat. Beliau menjelaskan asal-usul jimat cuaca ini. Yang saat musim hujan yang masih berlangsung, akan bisa kita lihat digantung di luar jendela dan di bawah atap rumah di seluruh Jepang.