News & Events
Zaman Edo Jepang, Era Kebangkitan Jepang Klasik
- November 30, 2022
- Posted by: Appkey 001
- Category: Sejarah jepang
Zaman Edo Jepang merujuk pada tahun 1603 hingga 1868, ketika keluarga Tokugawa memerintah Jepang. Penamaan era ini berasal dari kota Edo atau kini dikenal dengan Tokyo yang merupakan tempat pemerintahan Shogun Tokugawa pada masanya. Selain itu, pada periode ini pula terdapat istilah bahwa masyarakat Jepang modern terbentuk.
Zaman Edo Jepang
Pada tahun 1600, Tokugawa Ieyasu (1543-1616) memimpin koalisi daimyo dari Jepang timur untuk meraih kemenangan melawan koalisi serupa dari daimyo Jepang barat pada pertempuran Sekigahara. Pertempuran ini mengakhiri periode panjang perang saudara yang dialami Jepang selama 140 tahun sebelumnya.
Pada tahun 1603, mengikuti aturan dari Minamoto no Yoritomo (1147-1199). Tokugawa Ieyasu meminta kaisar mengangkatnya sebagai shogun. Keluarga kekaisaran tidak memiliki kekuatan nyata saat ini, tetapi memiliki kapasitas untuk memberikan legitimasi politik melalui gelar tersebut. Dengan penunjukkan ini, Ieyasu membentuk pemerintahan militernya sendiri.
Dalam bahasa Jepang, istilah ini dikenal dengan nama bakufu. Sementara Tokugawa merupakan satu-satunya keluarga prajurit terkuat, Ieyasu tidak memiliki kekuatan atau keinginan untuk menghancurkan semua keluarga prajurit lainnya dan menciptakan negara terpusat. Sebagai gantinya, dia memberlakukan sistim di mana daimyo lokal sebagian besar dibiarkan mengenalikan wilayah sendiri.
Tokugawa melakukan serangkaian tindakan untuk mengendalikan daimyo, seperti mengeluarkan dekrit untuk membatasi jumlah pasukan militer. Mereka hanya diizinkan memiliki satu kastil di wilayahnya dan mereka tidak diizinkan memperbaiki benteng tanpa persetujuan, Tokugawa membangun kastil besar di Edo sejak tahun 1630.
Daimyo diharuskan menghabiskan tahun-tahun bergantian tinggal di Edo dan di wilayah mereka sendiri, keluarga mereka harus tinggal di Edo secara permanen di mana mereka menjadi sandera.
Sebagai bagian dari sistim kontrol sosial, Tokugawa juga menciptakan pola kelas herediter untuk empat tingkat. Yaitu prajurit yang merupakan 7% dari populasi berada di urutan teratas, kemudian diikuti oleh petani, pengrajin, dan pedagang. Salah satu tujuan dari sistim ini adalah untuk mengurangi tingkat kekerasan dalam masyarakat dengan membatasi akses terhadap kepemilikan senjata.
Keadaan di mana prajurit dapat terlibat dalam kekerasan pun dibatasi, satu langkah lagi yang diambil Tokugawa adalah membatasi kontak antara Jepang dengan negara asing. Orang Eropa datang ke Jepang pada abad ke 16 untuk terlibat dalam perdagangan serta menyebarkan agama Kristen, Tokugawa khawatir pada zaman Edo Jepang ini akan terjadinya pemberontakan.
Oleh karena itu, kala itu terdapat larangan agama Kristen dan mengusir semua orang Eropa kecuali orang Belanda yang diizinkan berdagang di pelabuhan Nagasaki. Sejarawan menyebutkan bahwa struktur politik yang diciptakan oleh Tokugawa dikenal dengan nama baku-han, bentuk ini disebut Feodalisme Jepang abad pertengahan.
Budaya Zaman Edo Jepang
Perluasan populasi dan perdagangan menyebabkan urbanisasi yang lebih besar, di tingkat regional kota berkembang di sekitar kastil lokal saja. Ukuran kastil bergantung pada kekayaan daimyo setempat, seperti misalnya kastil Himeji. Penduduk prajurit didorong untuk tinggal di kota-kota ini di mana mereka mengerjakan berbagai tugas administrasi yang diperlukan untuk menjalankan pemerintahan lokal.
Kelas prajurit membutuhkan berbagai jenis produk dan layanan sehingga pengrajin dan pedagang juga tertarik ke kota-kota yang dibagi menjadi beberapa bagian sesuai sistem kelas. Di kota-kota seperti Hagi dan Kanazawa, sebagian dari distrik zaman Edo Jepang ini bertahan hingga hari ini dan menjadi tempat wisata yang begitu populer.
Untuk tingkat nasional, Edo, Osaka, dan Kyoto berkembang sebagai kota yang sangat besar. Pada akhir abad ke 17, Edo berpenduduk lebih dari satu juta orang dan merupakan kota terbesar di dunia. Prajurit merupakan bagian terbesar dari populasi di Edo, hal ini karena tempat tersebut merupakan pusat politik untuk Jepang.
Sebaliknya, Osaka justru berkembang sebagai pusat komersial utama di bagian barat Jepang. Selain itu, tempat ini pun didominasi oleh para pedagang. Dengan keluarga kekaisaran yang tinggal di sana, Kyoto tetap menjadi ibu kota Jepang dan dikenal dengan budaya serta mampu mempertahankan sejarah Jepang masa lalu.
Di paruh kedua abad ke 17, bentuk budaya baru berkembang di kota-kota Jepang yang mencerminkan kehidupan masyarakat biasa. Pada zaman Edo Jepang, praktik prostitusi dilegalkan. Namun terbatas pada tempat tertentu saja, bukan berarti bebas dilakukan di mana saja. Sementara kondisi tempat yang disediakan tidak cukup baik pada masanya.
Meskipun terbilang sebagai pusat bisnis hiburan yang makmur, namun perlakuan tidak menyenangkan didapatkan oleh para wanita pekerja tersebut. Dalam bahasa Jepang, istilah ini dikenal dengan ukiyo atau dunia terapung. Awal penyebutan ini berasal dari agama Budda yang berarti ‘dunia yang cepat cepat berlalu’, salahnya merujuk kepada tempat untuk melakukan prostitusi.
Masih berkaitan dengan hiburan, terbentuk dua teater baru bunraku yang merupakan bentuk teater boneka dan kabuki yang menggunakan aktor. Pada saat itu penulis drama yang paling terkenal adalah seorang pria bernama Chikamatsu Monzaemon (1653-1724), kemudian melalui lakonnya bisa diketahui mengenai gambaran masyarakat Jepang saat itu.
Ihara Saikaku (1642-1693) menulis novel tentang kehidupan kelas urban baru di Jepang, dan Matsuo Basho (1644-1694) mengembangkan puisi haiku menjadi bentuk seni yang disempurnakan. Hishikawa Moronobu (1618-1694) dengan jelas menggambarkan pemandangan dari ‘dunia terapung’ dalam bentuk seni baru yang disebut ukiyo-e (lukisan).
Aturan Tokugawa di Zaman Edo Jepang
Sekitar tahun 1720, peningkatan populasi berakhir dan tetap stabil pada akhir periode Edo. Sebagian besar karena orang memilih untuk memiliki anak lebih sedikit serta mempertahankan standar hidup mereka. Hal ini mencerminkan fakta bahwa mengingat tingkat teknologi yang tersedia, maka populasi manusia telah tercapai pada batas standar yang ditentukan.
Jepang mengalami banyak kasus krisis kelaparan dan bencana alam lainnya, sehingga banyak korban yang tewas pada periode tersebut. Situasi ekonomi yang memburuk ini mulai menekan sistem politik Tokugawa pada saat ancaman dari luar negeri pun menghampiri. Pada saat inilah, masa-masa terakhir dari kehancuran kekuasaan dari Tokugawa Ieyasu.
Pada awal zaman Edo Jepang, bakufu atau tentara yang dibuat oleh kekaisaran mampu mengusir sebagian besar orang Eropa karena tingkat teknologi di Jepang dan Eropa serupa. Sepanjang zaman Edo, pemerintah mewajibkan para pedagang Belanda di Nagasaki untuk memberikan laporan tentang kondisi di dunia luar.
Dan juga pada tahun 1720, Shogun kedelapan Tokugawa Yoshimune melonggarkan aturan tentang impor buku asing. Tersebarnya buku-buku terjemahan ini melibatkan studi tentang ide-ide ilmiah dari Eropa, hal ini yang akhirnya menimbulkan wacana untuk membuat pembatasan kontak dengan negara asing.
Pemerintah yang tidak sepenuhnya mengetahui peristiwa di luar Jepang, namun sejak akhir tahun 1700. Kapal-kapal asing mulai mengunjungi Jepang meminta agar negara tersebut dibuka untuk perdagangan, namun demi menjaga kebudayaan tidak tercemari budaya asing. Jepang bersikukuh untuk menolak semua tawaran dari negara asing.
Sejak akhir abad ke 18, Inggris dan negara-negara Eropa lainnya mulai mengalami Revolusi Industri. Penemuan mesin uap sangat meningkatkan produksi dan juga mengarah pada pengembangan kereta api dan kapal bertenaga uap. Hal itu juga menyebabkan produksi senjata yang lebih baik serta menguntungkan dalam peperangan.
Pada tahun 1840, kemenangan Inggris dalam perang Opium melawan Cina membuat para pemimpin Jepang menyadari bahwa ‘orang barbar asing’ merupakan ancaman nyata bagi Jepang. Pada tahun 1853, pria Amerika bernama Mathew Perry memimpin satu skuardon kapal bertenaga uap yang dipersenjatai dengan senjata Era Industri ke Jepang serta menuntut agar negara tersebut terbuka untuk perdagangan.
Pada tahun berikutnya, bakufu dengan enggan menandatangani perjanjian dengan Amerika yang mencabut sebagian pembatasan kunjungan asing. Perjanjian lain ditandatangani pada tahun 1858 yang membuka lebih banyak negara lain, hal ini diikuti dengan perjanjian serupa dengan Inggris, Rusia, dan Prancis.
Secara teori, bakufu memerintah Jepang atas nama keluarga kekaisaran. Ini merupakan fiksi politik yang cocok untuk Tokugawa pada periode awal Edo karena legitimasi kekuasaan mereka. Namun, mendasarkan pendapat mereka pada studi sejarah Jepang para kritikus mulai berpendapat bahwa Tokugawa secara tidak sah merebut otoritas keluarga kekaisaran.
Tuntutan ini dikaitkan dengan ancaman dari luar negeri melalui slogan ‘sonno joi’ yang memiliki arti ‘Hormati kaisar, usir orang barbar’. Terjadi serangan terhadap orang asing di Choshu dan Satsuma, tetapi sebagai tanggapan kapal Eropa menyerang fasilitas di kedua wilayah tersebut. Unjuk kekuatan ini menunjukkan bahwa upaya pengusiran kaum asing tidaklah praktis.
Sehingga upaya baru dilakukan untuk menggulingkan bakufu, setelah perang saudara singkat shogun terkahir Tokugawa Yoshinobu memutuskan untuk mengembalikan kekuasaannya ke istana kekaisaran dalam peristiwa yang dikenal dengan Restorasi Meiji.
Hal ini yang menandai akhir dari pemerintahan Tokugawa, dalam beberapa dekade terakhir setelah selesainya perang dunia pada tahun 1945. Para sejarawan di dunia memandang negatif terhadap zaman Edo Jepang. Hal ini karena mereka percaya bahwa Jepang merupakan sumber militer pada masa-masa tersebut.
Menyusul kesuksesan demokrasi Jepang setelah perang dan pesatnya pertumbuhan ekonomi sejak tahun 1960, pandangan ini sebagian besar telah direvisi. Saat ini, meski tidak menyangkal sisi gelapnya. Namun periode Edo Jepang dianggap positif sebagai masa ketika masyarakat Jepang mengembangkan karakter dirinya.
Kehancuran dan kebangkitan sebuah negara merupakan hal yang lazim pada masa-masa dahulu, hal ini menunjukkan mental yang kuat khususnya bagi negara Jepang pada pembahasan ini. Terdapat banyak sejarah yang bisa dipelajari, begitu pun untuk negara Indonesia. Penasaran dengan kelanjutan mengenai pembahasan periode Jepang? Ikuti di www.jepang-indonesia.co.id.