News & Events
Shiromuku Pakaian Pernikahan Putih Khas Jepang
- October 6, 2022
- Posted by: Appkey 001
- Category: Budaya Jepang
Shiromuku adalah pemandangan yang sering kali terlihat di Kuil Shinto Jepang, pakaian yang populer ini biasa dikenakan dalam prosesi pernikahan dan semakin sering terlihat seiring bertambahnya waktu. Pada dasarnya pakaian ini merupakan bentuk lain dari kimono, namun untuk pernikahan pakaian ini dikenakan oleh mempelai wanita.
Shiromuku
Selain saat prosesi pernikahan, pakaian yang didominasi dengan warna putih cerah ini biasanya dipakai untuk sesi foto pasca pernikahan. Namun sayangnya tidak semua upacara di Jepang mengenakan shiromuku, pengaruh budaya barat yang membuat jenis pakaian untuk pernikahan beragam. Membuat banyak modifikasi terjadi untuk pakaian pernikahan.
Untuk beberapa kasus, pasangan di Jepang yang telah melangsungkan pernikahan. Kerap kali tidak melakukan upacara yang diperlukan, aspek hukum pernikahan semua dilakukan di kantor pemerintahan setempat sebelum upacara berlangsung. Seperti layaknya di Indonesia, pasangan akan melakukan ijab qobul di tempat yang berbeda dengan melakukan pesta pernikahan.
Dokumen-dokumen resmi yang sudah dilengkapi pun kembali ditunjukkan di kuil saat melakukan prosesi pesta pernikahan, upacara Shinto sendiri begitu indah dinikmati namun terkadang rumit untuk dijalani. Upacara biasanya berlangsung di kuil-kuil besar yang populer, misalnya seperti kuil Meiji di Tokyo, kuil Itsukushima di pulau Miyajima, dan kuil Tsurugaoka di Kamakura.
Pernikahan dengan Shiromuku
Salah satu perbedaan yang paling penting antara pernikahan barat dan pernikahan di Jepang adalah pada baju pengantin, pengantin wanita di Jepang jarang sekali membeli pakaian pernikahan formal mereka. Hampir keseluruhan disewa dan bisnis penyewaan pun memiliki tarif yang tidak murah, perusahaan penyewaan biasanya menyediakan paket untuk pria dan wanita dalam banyak hal.
Tentu saja pengantin wanita dapat memilih sendiri beberapa barang pribadi, perusahaan penyewa hanya menyediakan seperangkat pakaian pernikahan dengan aksesoris. Atau bahkan pengantin pun bisa hanya menyewa pakaian saja, sisanya menggunakan barang pribadi. Dengan harga yang disediakan, tentu hal ini setimpal dengan kualitas yang diberikan.
Sebagai latar belakang, kimono yang memiliki kualitas terbaik bahkan untuk ukuran standar baik saja memiliki nilai hampir ribuan dolar. Dan kimono pernikahan (shiromuku) jauh lebih mahal, mantel uchikake yang berwarna-warni biasanya ditenun dengan tangan atau disulam dengan hati-hati. Proses ini pun bisa berjalan ratusan jam kerja untuk diproduksi.
Biaya sewa untuk satu paket pakaian beserta aksesorinya berada di angka 215 ribu Yen hingga 430 ribu Yen, dalam rupiah jumlah ini berkisar di angka 22 juta Rupiah hingga 45 juta Rupiah. Coba bayangkan sebaik apa kualitas yang ditawarkan oleh perusahaan penyewaan pakaian pengantin di Jepang? Beberapa pakaian dapat disewa dengan harga murah, namun kualitasnya jauh lebih rendah.
Selain biaya sewa, jasa penata rias profesional juga sangat dibutuhkan agar dapat masuk ke dalam konsep pakaian pengantin. Hal ini menyangkut kepada penggunaan obi (sabuk pengikat kimono), penggunaan aksesoris pernikahan, pemasangan uchikake (jubah besar penutup pakaian di dalam), hal ini dilakukan agar terlihat lebih menarik dan tidak mudah rusak di siang hari.
Setelan Pakaian Shiromuku
Kimono merupakan dasar dari ketiga jenis pilihan setelan pakaian untuk pernikahan tradisional, secara umum seni mengenakan kimono diturunkan dari ibu ke anak perempuannya. Tetapi dewasa ini, sekolah-sekolah khusus dapat melakukan pelajaran cepat dalam teknik-teknik yang diperlukan. Pertama yang harus dikenakan adalah tabi (kaos kaki katun putih).
Kemudian dilanjutkan dengan pakaian dalam, atasan dan rok sampul. Setelah itu dilanjutkan dengan nagajuban, kimono bawah yang diikat dengan sabuk. Terakhir mengenakan kimono dengan sisi kiri di atas kanan (kanan di atas kiri hanya digunakan saat mendandani mayat), disempurnakan dengan ikatan simpul menggunakan obi (ikat pinggang).
Pada bagian atas pun ditambahkan haneri (kerah), desain kerah yang longgar memiliki tujuan untuk memberikan pandangan sekilas ke leher. Hal ini dianggap sebagai bagian paling menarik dari wanita yang mengenakan kimono, saat di luar sandal zori biasanya dikenakan untuk memberikan kesan lebih elegan bagi pengantin wanita.
Perlengkapan lainnya yang dikenakan adalah obiage atau memiliki bentuk seperti syal, dikenakan melalui simpul di belakang, di atas makura, dan diikat di bagian atas selempang depan. Kemudian diselipkan sebagian di belakang selempang. Obiage membantu menahan makura dan simpul belakang obi di tempatnya.
Obijime merupakan tali dari obi, dikenakan melalui bagian tengah simpul belakang obi dan di sekitar selempang. Diikat di bagian depan dengan ujung-ujungnya terselip di sisinya, hal ini membantu menahan simpul belakang obi dan selempang di tempatnya.
- Hikifurisode
Pakaian ini merupakan jenis kimono pernikahan yang mirip dengan uchikake, dalam hal pewarnaan masih mirip dengan konsep kimono. Dilengkapi dengan obi warna-warni dan banyak ornamen tambahan yang sama seperti kipas, dompet, dan lain-lain (tidak termasuk mantel). Meskipun memiliki kombinasi warna yang beragam, kemasan yang ditampilkan tetap terlihat sederhana.
Hiki-furisode telah populer di kalangan wanita kelas atas sejak paruh kedua periode Edo, ada banyak hiki-furisode yang disulam dengan pola keberuntungan khas Jepang. Pakaian jenis ini hadir dengan berbagai gaya dan warna, warna hitam sering kali populer digunakan serta aksen warna yang memiliki pola cerah.
Sementara untuk membedakan antara furisode dan kimono biasa, tidak bisa dilakukan untuk orang-orang yang tidak terbiasa. Salah satu yang menjadi unik adalah furisode memiliki lengan panjang, pakiaan ini memiliki lengan mengantung yang cukup panjang saat dikenakan. Dalam kategori kimono ini terdapat tiga jenis yang paling formal digunakan untuk pernikahan.
- Shiromuku
Pakaian khas pengantin Shinto ini disebut dengan shiromuku, pakaian ini memiliki enam bagian utama. Antara lain adalah kimono putih yang menjadi warna utama, jubah luar yang memiliki ukuran besar untuk menutupi bagian kimono disebut uchikake, kipas upacara, tudung putih besar (wataboshi). Tsunokakushi yang merupakan ikat kepala upacara dengan gaya rambut berhias.
Pakaian ini menggabungkan gaya dari dua era yang sangat berbeda, kimono dibuat untuk pakaian kelas samurai dari periode Edo. Sementara jubah luar mengambil desain dari Jepang abad pertengahan, perpaduan dari dua periode ini justru memberikan pakaian yang menarik untuk dikenakan. Terlebih dalam acara formal seperti pernikahan.
- Uchikake Berwarna
Tidak semua pengantin dalam ajaran Shinto memilih untuk menikah dengan pakaian serba putih, saat dikenakan dengan jubah luar berwarna atau iro-uchikake bagian lainya tidak berubah. Warna yang dipilih umumnya cerah seperti merah, oranye, atau emas. Pilihannya adalah pengantin wanita, sementara warna putih dalam agama Shinto menandakan kemurnian dan kematian.
- Wataboshi
Komponen ini merupakan tudung serba putih yang disebut dengan wataboshi, merupakan padanan ajaran Shinto yang diadaptasi dari kerudung pengantin barat. Pengantin wanita menggunakannya sebelum dan selama upacara, hal ini merupakan simbol dari kepolosan dan kemurnian dari pengantin wanita.
- Tsunokakushi
Sebuah ikat kepala yang tidak biasa bagi orang awam, berbentuk layaknya tanduk yang tersembunyi. Pengantin wanita diyakini memiliki tanduk kecemburuan yang harus tetap disembunyikan dari calon suaminya bahkan sampai setelah pernikahan.
- Hakoseko
Aksesoris ini merupakan kotak saku kecil saat mengenakan kimono uchikake, biasanya terbuat dari brokat emas atau kain bersulam. Asal mula dari aksesoris ini adalah digunakan secara tradisional oleh pengantin samurai di zaman Edo dan isinya mencakup jimat keberuntungan tradisional seperti dupa, lipstik, dan cermin.
- Gaya rambut
Seperti yang telah disebutkan di paragraf atas, bahwa riasan rambut merupakan aspek yang tidak kalah penting bagi pengantin wanita. Namun terlepas dari itu, tambahan wig biasanya digunakan untuk memberikan kesan ‘tebal’ pada rambut. Kebiasaan ini berasa dari periode Edo (awal abad 17), kemudian didekorasi dengan sisir kayu yang dipernis halus.
Begitulah rangkaian prosesi dari penggunaan shiromuku, dengan ceritanya yang begitu lekat dan pemilihan warna yang berfilosofi membuat pernikahan di Jepang begitu suci adanya. Pernikahan satu kali seumur hidup sampai mati, maka dari itu tidak ada yang boleh menodai kemurnian dari pernikahan. Penasaran dengan pembahasan selanjutnya? Ikuti selalu www.jepang-indonesia.co.id.