News & Events
Chazuke, Hidangan Kaldu Teh Nasi Nikmat Jepang
- March 11, 2023
- Posted by: Appkey 001
- Category: Budaya Jepang Makanan Jepang
Chazuke atau 茶漬けmerupakan hidangan tradisional dari Jepang yang cukup populer, makanan ini adalah perpaduan antara menuangkan kaldu teh di atas nasi. Itulah mengapa masakan ini juga disebut sebagai nasi-teh atau teh hijau di atas nasi. Salah satu manfaat dari masakan tradisional Jepang ini adalah mampu membuat tubuh lebih tenang dan rileks.
Makanan ini bisa disajikan dengan berbagai cara, dibuat secara panas akan membuat kehangatan yang ada di dalamnya begitu cocok saat disantap di musim dingin atau bisa juga dibuat dengan teh hijau dingin saat musim panas.
Chazuke Adalah
Hidangan nasi teh ini terkenal secara Nasional karena kebanyakan orang jepang menyukai rasanya, mereka bahkan memiliki hari peringatan untuk Chazuke yang kerap kali dirayakan pada 17 Mei setiap tahunnya. Hidangan ini lebih populer dengan penyebutan Ochazuke, penambahan kata ‘O’ di awal kata merupakan bentuk sopan untuk menyebutkan kata dalam Bahasa Jepang.
Kemudian jika arti kata dibedah menjadi, ‘Ocha’ memiliki arti ‘Teh’ sedangkan ‘Zuke’ sendiri memiliki arti ‘merendam’. Oleh karena itu, Ochazuke pada dasarnya mengandung makna sebenarnya. Yaitu nasi yang terendam dalam teh. Teman-teman mungkin akan menemukan berbagai macam nama lain saat mencari di internet, seperti “nasi teh”.
Orang Jepang biasanya menyantap nasi dengan Green Tea atau dashi, bersama dengan beberapa topping seperti acar sayuran atau daging seperti ikan salmon bahkan tuna. Topping yang digunakan biasanya merupakan sisa makanan yang disimpan dalam lemari es untuk dikonsumsi kembali, maka dari itu membuat masakan ini terbilang cukup mudah dan sederhana untuk disiapkan.
Hidangan ini populer untuk disajikan dengan menggunakan teh panas, namun saat musim panas datang. Tidak jarang orang-orang Jepang yang membuatnya dengan teh dingin seperti Ryokucha dingin atau Mugicha karena cuaca panas. Untuk versi hidangan dengan teh dingin disebut dengan istilah Hiyashi-Ochazuke. Hiyashi merupakan terjemahan dari ‘mendinginkan’.
Selain Chazuke, ada pula cara lain yang digunakan dalam penyajiannya. Jika dikonsumsi dengan air panas saja, orang-orang Jepang menyebutnya dengan Mizu-zuke atau Yu-zuke. Namun bila dikonsumsi dengan air dingin disebut dengan Sui-han, tapi biasanya mereka cenderung memilih Green Tea atau dashi (kuah kaldu dari ikan) jika ingin dimakan lebih nikmat.
Chazuke Topping
Jenis topping apa yang disarankan guna melengkapi hidangan ini? Menyiapkan pelengkap biasanya tidak terlalu sulit karena cara terbaik untuk menyajikan masakan ini adalah menggunakan makanan ‘sisa’ semalam yang ada di lemari es, maka dari itu masakan ini dikenal sebagai hidangan yang mudah dan sederhana dibuat.
Secara tradisional, orang Jepang mengonsumsinya dengan acar sayuran seperti acar daikon (lobak) bersama dengan nori (rumput laut) atau salmon yang dimasak terlebih dahulu. Terlepas dari itu, topping yang digunakan bisa disesuaikan tergantung selera masing-masing. Bukan tidak mungkin untuk menambahkan pelengkap lain seperti telur, natto, dan lainnya.
Mungkin teman-teman bertanya tentang Chazuke, mengapa beberapa dari mereka berbicara tentang kaldu daripada teh? Bukankah teh merupakan unsur utama dalam hidangan ini? Kaldu klasik untuk masakan ini adalah teh hijau Jepang, namun tidak disebutkan terlalu spesifik tentang jenis teh apa yang harus disiapkan. Maka dari itu, jenis teh apa saja bisa digunakan.
Untuk mendapatkan rasa yang lebih enak sebagian besar toko saat ini menyediakan beragam pilihan dashi atau kuah kaldu, maka dari itu dikatakan sebelumnya bahwa hidangan ini bukan hanya tentang teh hijau saja. Melainkan mengutamakan kaldu, lima jenis kaldu yang sering kali digunakan adalah Ryokucha, stok dashi, genmaicha, hojicha, dan sencha.
Kisah Chazuke
Bila teman-teman merasa heran bagaimana awalnya bisa ada hidangan yang dibuat dengan merendam nasi menggunakan teh, teman-teman tidak perlu merasa heran dan bingung. Karena di Jepang hal ini terbilang lazim untuk memasak nasi dengan air panas (mengukus) bersama sup kaldu, contohnya adalah hidangan paella namun menggunakan teh sebagai kuah.
Dikatakan bahwa zaman dahulu, terdapat hidangan kuno dari kuil Jepang yang disebut dengan cha-kayu. Berbeda dengan cara biasa membuat Chazuke, mereka memasak bubur nasi bersama daun teh. Terkadang mereka juga menambahkan bahan lain seperti kacang-kacangan dan sayuran ke dalam cha-kayu selain daun teh.
Orang Jepang biasanya menjadikannya masakan ini sebagai hidangan pembuka atau menyajikannya sebagai hidangan penutup untuk menyegarkan selera makan setelah menyantap hidangan utama. Di Prefektur Nagoya, tempat yang terkenal secara Nasional dengan tehnya. Mereka memiliki hidangan serupa yang disebut dengan Unacha.
Di mana hidangan ini merupakan belut bakar dengan dilengkapi teh. Asal usul Chazuke tidak diketahui dan tidak bisa ditentukan hingga saat ini, meskipun orang Jepang memiliki hari perayaannya. Berikut merupakan asal usul yang bisa ditemukan mengenai masakan tradisional Jepang ini pada zaman Heian hingga zaman Edo.
Terdapat beragam versi asal usul mengenai masakan ini, sejarah Chazuke paling awal adalah pada periode Heian (794-1185). Di mana masyarakat Jepang memiliki budaya minum teh dan makan bersama dengan nasi, selama pertengahan periode Edo (1603-1687) mereka mulai menambahkan topping. Topping klasik tapi terkenal adalah Umeboshi, Salmon, Ikura (Salmon Roe) atau bahkan maguro. Hampir semua bahan umum yang ditemukan di sushi dapat digunakan sebagai topping.
Awalnya masyarakat hanya menuangkannya dengan air panas, namun seiring berjalannya waktu mereka mulai menuangkan teh panas ke dalam nasinya dengan beberapa topping sederhana seperti acara sayur. Saat itu, sebagian besar toko telah mengeluarkan pilihan dashi daripada teh karena dashi dapat membuatnya lebih enak dan beraroma nikmat.
Sebelum ditemukannya penemuan modern seperti kompor dan listrik, orang biasa memasak di atas kayu. Setelah nasi matang, mereka akan menyimpan nasi di tempat nasi atau dikenal dengan istilah meishi-bitsu dalam Bahasa Jepang. Di mana teman-teman bisa banyak menjumpainya di toko sushi, nasi tidak boleh dibiarkan begitu saja di atas panci karena nasi akan terlalu matang atau akan menjadi gosong.
Seiring berjalannya waktu, nasi akan dingin dan mengering sehingga tidak lagi nikmat untuk dikonsumsi. Hampir tidak praktis untuk memanaskan ulang tanpa peralatan modern, inilah mengapa orang-orang Jepang mulai merendam nasi dengan teh panas untuk menghangatkannya kembali dan mendapatkan rasa yang lebih enak seperti nasi baru dimasak.
Kisah lainnya menyebutkan bahwa para abdi yang bekerja untuk samurai atau pengusaha sangat sibuk dengan pekerjaannya, mereka jarang punya waktu untuk makan. Jadi mereka memutuskan untuk memakannya dengan cepat, dan inilah asal mula dari masakan Chazuke. Dikatakan juga bahwa mereka diawasi secara ketat oleh atasannya untuk memastikan bisa memanfaatkan waktu dalam bekerja.
Maka dari itu, manajemen waktu bahkan saat makan pun harus diperhatikan dengan baik. Masakan Jepang sederhana yang dibuat dengan menuangkan teh atau kaldu di atas nasi ini pun hadir di Kyoto. Namun penyebutannya adalah bubu-zuke, karena ‘bubu’ merupakan kata daerah untuk ‘teh’ di wilayah Kyoto.
Salah satu fakta menarik dari hidangan ini adalah jika seseorang menawarkan chazuke, makna tersirat yang terkandung di dalamnya adalah “saya berharap kita bisa mengobrol lebih banyak”. Hal ini karena orang-orang di wilayah Kyoto biasanya tidak suka mengungkapkan niat mereka yang sebenarnya, oleh karena itu masakan tradisional Jepang ini merupakan cara terbaik dalam menawarkan keramahan.
Jika teman-teman memiliki keperluan dan tidak bisa menerima penawaran ini, alangkah lebih baik untuk menolak dengan sopan seperti “mungkin lain kali”. Cara ini lebih efektif karena memberikan ‘kesempatan’ di lain waktu, daripada menolak tawaran dengan mentah-mentah. Apakah teman-teman memiliki hidangan yang mengingatkan kepada seseorang? Mari temukan budaya Jepang menarik lainnya di www.jepang-indonesia.co.id.