Blog
Festival Hinamatsuri dan Uniknya Boneka Hina
- July 17, 2021
- Posted by: appkey
- Category: Budaya Jepang
Mina san, konnichiwa, ogenki desuka. Semoga mina san sehat selalu dan semua urusannya berjalan dengan lancar dan tentu saja tetap semangat ya. Pada segmen kali ini saya akan membahas mengenai festival yang berhubungan dengan anak perempuan di Jepang. Diantara para pembaca siapa yang masih menyukai boneka atau masih suka mengoleksi boneka ? hayoo jangan malu-malu ya.
Berbicara tentang budaya Jepang tidak akan ada habisnya karena di Jepang meskipun merupakan negara modern tetapi terdapat banyak sekali festival tradisional yang masih dirayakan sampai sekarang. Salah satunya adalah festival Hinamatsuri.
Apa itu festival Hinamatsuri?
Apakah mina san pernah mendengar tentang festival Hina Matsuri? Hina Matsuri adalah festival yang diperuntukkan untuk anak perempuan di Jepang yang dirayakan setiap tanggal 3 bulan maret setiap tahunnya. Hina matsuri disebut juga momo no sekku atau peach blossom festival. Karena pada tanggal 3 maret bertepatan dengan mulainya musim semi yaitu mekarnya bunga buah persik.
Hina matsuri merupakan festival hari anak perempuan Jepang yang masih dirayakan oleh masing-masing keluarga yang mempunyai anak perempuan di Jepang. Hina Matsuri diadakan dengan tujuan untuk mendoakan pertumbuhan dan kebahagiaan anak-anak perempuan.
Pada perayaan ini Para orang tua akan mendoakan anak perempuan mereka agar anak mereka dapat tumbuh dengan sehat dan bahagia. Mereka juga berdoa supaya anak perempuan mereka terlindungi dari kekuatan jahat serta selalu dijauhkan dari segala nasib sial dan hal-hal yang bersifat negatif.
Sejarah festival Hinamatsuri
Hina Matsuri adalah perayaan boneka yang berawal dari ritual penyucian yang dilakukan oleh pemeluk Shinto, dimana sarana yang digunakan berupa boneka karena boneka dipercaya dapat menyerap dan membuang energi negatif atau nasib sial yang memilikinya. Ritual penyucian ini berasal dari China. Festival Hina Matsuri bermula dari kebiasaan anak bangsawan di istana bermain boneka pada zaman Heian.
Permainan boneka dalam bahasa Jepang disebut dengan Hina asobi (bermain boneka putri). Pada awalnya, yaitu pada zaman Edo, Permainan Hina (Hina asobi) dikaitkan dengan perayaan pada musim semi yang disebut dengan matsuri. Sejak itulah Hina Asobi berubah nama menjadi Hina Matsuri dan mulai dilakukan secara luas di masyarakat. Orang-orang Jepang pada zaman Edo tetap menjaga tradisi turun temurun dari zaman Heian.
Sejak zaman Edo festival Hina Matsuri berkembang sangat pesat sampai sekarang. Awalnya, boneka Hina terdiri dari sepasang kaisar dan permaisuri (sekitar akhir zaman Edo sampai pada awal zaman Meiji), dan seiring berjalannya waktu boneka ini berkembang sampai menjadi satu set boneka Hina yang kita tahu sekarang ini.
Pada zaman modern in, jika ada anak perempuan yang lahir di satu keluarga maka orang tuanya dan kakek neneknya akan membelikan boneka Hina sebagai hadiah, dan terdapat juga beberapa keluarga yang memang mewariskan boneka Hina secara turun temurun dari leluhur mereka. Boneka-boneka tersebut nanti akan dipajang pada saat perayaan festival Hina Matsuri.
Makna boneka dalam festival Hinamatsuri
Dengan memajang boneka-boneka ini mereka yakin dapat membuang nasib sial yang dimiliki oleh pemiliknya, sehingga pada zaman Edo, selain memajang boneka, pada festival Hina Matsuri juga dilakukan penghanyutan boneka ke sungai yang disebut dengan Hina nagashi. Sampai saat ini di prefektur Tottori masih menjalankan tradisi menghanyutkan boneka kertas ke sungai saat festival Hina Matsuri. Penghanyutan boneka dilakukan di sungai Sendai.
Pada saat perayaan Hina Matsuri, para gadis kecil beserta orang tuanya berpakaian cantik lengkap dengan kimononya, kemudian membuat boneka berbentuk manusia (katashiro) dari kertas lengkap dengan pakaian kimononya juga. Lalu, boneka tersebut ditempatkan di atas jerami berbentuk perahu bersamaan dengan bunga persik.
Kemudian boneka katashiro beserta jerami tersebut dihanyutkan ke sungai sambil berdoa untuk memohon keberuntungan, kesehatan, dan kebahagiaan. Selain dipercaya dapat membuang nasib sial, kaum bangsawan dan samurai juga mempercayai bahwa boneka Hina melambangkan status dan kemakmuran bagi pemiliknya sehingga para orang tua kaum bangsawan dan samurai berlomba-lomba membelikan boneka terbaik untuk anak perempuan mereka.
Perayaan Hinamatsuri dan penataan boneka Hina
Menjelang perayaan Hina Matsuri anak perempuan dibantu orang tuanya mengeluarkan boneka Hina dari tempat penyimpanan. Satu set boneka Hina terdiri dari boneka kaisar, boneka permaisuri, tiga boneka pelayan wanita yang disebut dengan sannin kanjo, lima boneka pemusik istana yang disebut dengan gonin bayashi, dua boneka menteri istana yang disebut dengan zuijin dan terakhir tiga boneka laki-laki pemabuk yang disebut dengan sannin jougo.
Kesemua boneka tersebut menggunakan pakaian istana pada zaman Heian. Satu set boneka Hina menggambarkan upacara pernikahan tradisional di Jepang. Boneka Hina dipajang di rak bertingkat yang disebut Hinadan atau dankazari. Tingkatan dankazari berbeda-beda, ada yang bertingkat 3, tingkat 7 bahkan lebih banyak lagi.
Penyusunan boneka Hina dilakukan sesuai dengan karakter yang diwakili oleh masing-masing boneka tersebut. Sebelum memajang boneka, dankazari terlebih dahulu di alasi karpet merah yang disebut dengan himousen. Mengapa karpet merah? karena warna merah dipercayai dapat menangkal hal-hal yang bersifat jahat.
Tingkat pertama
Pada Tingkat pertama, adalah sepasang boneka dairi bina yaitu kaisar (obina) bersama permaisuri (mebina). Di Tokyo, kaisar dipajang di sebelah kiri sedangkan permaisuri dipajang di sebelah kanan, boneka kaisar memegang tongkat kerajaan (shaku), sedangkan boneka permaisurinya memegang kipas lipat (hiougi). Di bawah boneka Raja Ratu (obina dan mebina) diletakkan alas shinnoudai (tikar tatami) sebagai tempat duduknya. Sepasang boneka ini diletakkan di depan kinbyoubu (sepasang folding screen berwarna emas) yang diapit dengan bonbori di kedua sisinya.
Bonbori yaitu lentera Jepang yang ditutupi dengan kertas atau kaca dan umumnya memiliki tiang yang dilekatkan secara horizontal. Di antara boneka kaisar dan permaisuri dipajang sanbou usoroi (dekorasi meja persembahan kecil) yang di atasnya diletakkan dua vas bunga (heishi). Di atas heishi diletakan kuchibana (Hiasan bunga persik berwarna putih dan merah muda).
Tingkat kedua
Di tingkat kedua setelah boneka raja dan permaisuri dipajang 3 buah boneka pelayan istana yang ketiganya memegang peralatan minum sake. Ketiga pelayan istana ada yang membawa wadah sake (nagae no choushi), poci sake (kuwae no choushi), dan mangkuk sake (sakazuki), pelayan istana yang membawa mangkuk sake diletakkan di tengah, selain mangkuk sake mereka juga membawa shimadai (hiasan dari daun pinus yang melambangkan kebahagiaan, daun bambu, dan bunga ume).
Tingkat ketiga
Di tingkat ketiga dipajang lima boneka pemusik istana yang disebut gonin bayashi. Masing-masing boneka memegang alat musik, kecuali boneka utai (penyanyi) yang memegang ougi. Di sisi paling kiri, adalah boneka pemain taiko (alat musk kendang Jepang berukuran besar). Di sebelahnya dipajang boneka pemain ootsuzumi (drum tangan yang berukuran besar), di sebelah boneka pemain ootsuzumi, dipajang boneka pemain kotsuzumi (drum tangan yang berukuran kecil). Di sebelahnya lagi adalah boneka pemain seruling (fue), kemudian boneka utai (penyanyi) dipajang di bagian paling kanan.
Tingkat keempat
Dua boneka zuijin (menteri istana) dipajang pada tingkat ke4 yang terdiri dari menteri sadaijin (di sebelah kanan) dan menteri udaijin (di sebelah kiri). Boneka menteri sadaijin digambarkan sebagai seorang pria tua dengan kumis putih mengenakan pakaian hitam dan mulutnya terbuka, sebaliknya boneka udaijin adalah sebagai pria yang lebih muda berpakaian merah dengan mulut tertutup. Kedua boneka memegang busur, panah, dan pedang panjang.
Tingkat kelima
Di tingkat kelima, dipajang tiga boneka pemabuk (sannin jougo). Boneka berwajah senang dan tertawa diletakkan sebelah kanan, sedangkan boneka berwajah sedihnya dipajang di tengah, dan boneka berwajah marah di sebelah kiri.
Begitulah susunan Hina ningyo saat festival Hina Matsuri di Tokyo, biasanya masing-masing wilayah memiliki penyusunan yang berbeda.
Hidangan pada festival Hinamatsuri
Ada festival pasti ada makanan tradisional. Makanan tradisional yang dihidangkan pada perayaan ini adalah kue hishimochi, kue hikigiri, makanan ringan berupa hina arare, sup bening dari kaldu kerang (hamaguri), serta chirashizushi. Sedangkan minuman yang dihidangkan adalah sake putih (shirozake) yang dibuat dari fermentasi beras ketan dengan mirin atau shouchuu, dan kouji.
Selain itu ada juga minuman sake manis (amazake) yang dibuat dengan mengencerkan ampas sake (sakekasu) dengan air dan dimasak di atas api. Makanan tersebut nantinya akan dinikmati anak perempuan bersama teman-temannya sambil memandang indahnya boneka Hina yang dipajang di dankazari.
Sehari setelah festival Hina Matsuri, boneka Hina harus dirapikan dan disimpan kembali karena dipercaya kalau tidak segera disimpan maka kesialan akan berada dirumah tersebut. Begitulah perayaan Hina Matsuri di Jepang, semoga tulisan saya bermanfaat dan mohon maaf jika ada kesalahan dalam penulisan mengenai festival Hina Matsuri. Sampai jumpa pada segmen berikutnya.